BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perilaku masyarakat merupakan suatu perilaku terapan yang dibangun
atas sumbangan dari sejumlah disiplin prilaku, seperti yang menonjol yaitu
sosiologi, psikologi sosial. Sedangkan yang menyangkut kepuasan kerja dan
pengukuran desain kerja adalah masyarakat, selain itu diperluas juga mencakup
pembelajaran, keefektifan kepemimpinan, kebutuhan dan kekuatan motivasi,
kepribadian, pelatihan, proses pengambilan keputusan, penilaian kerja, dan
desain pekerjaan. Demikian pula desain pekerjaan dan pengukuran kerja,
merupakan hal yang berkaitan dengan menejemen, diharapkan desain produk dapat
menciptakan produktivitas yang memuaskan konsumen, sebagaimana yang ditetapkan
dalam usaha.
Disini pengukuran kerja merupakan salah satu indikator dari
seperangkat kebutuhan manusia dalam organisasi. Dengan perkataan lain,
pengukuran kerja harus menjadi tujuan utama dalam menciptakan suatu produk,
disini juga akan membahas desain kerja dan pengukuran kerja.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian dari dasain Kerja
2.
Komponen yang ada dalam desain kerja
3.
Pengukuran kerja dan Standar pekerja
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Desain Kerja
Desain pekerjaan dapat didefinisaikan sebagai fungsi penetapan
kegiatan-kegiatan seorang individu atau kelompok secara organisasional.
Tujannya adalah untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang memenuhi
kebutuhan-kebutuhan organisasi dan teknologi dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan
pribadi dan individual para pemegang jabatan. Pengertian istilah pekerjaan dan
bagian-bagian kegiatan lainnya dapat dirumuskan sebagai berikut:[1]
1.
Gerak-mikro (micro-motion) : kegiatan-kegiatan kerja terkecil, mencakup gerakan-gerakan
elementer seperti meraih, menggenggam, atau meletakkan suatu obyek.
2.
Elemen : suatu agregasi dua atau lebih gerak-mikro, biasanya dianggap
lebih kurang sebagai kesatuan gerak yang lengkap, seperti mengambil,
mengangkut, dan mengatur barang.
3.
Tugas (task) : suatu agregrasi dua atau lebih elemen menjadi kegiatan yang
lengkap, seperti menyapu, lantai, memotong pohon, atau memasang kabel telepon.
4.
Pekerjaan (job) : serangkaian tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang
pekerja tertentu. Suatu pekerjaan dapat terdiri dari beberapa tugas, seperti
pengetikan, pengarsipan dan pembuat konsep surat, dalam pekerjaan sekretariat,
atau hanya terdiri atas tugas tunggal seperti pemasangan roda mobil, dalam
perakitan roda mobil.
Desain pekerjaan adalah fungsi kompleks karenahal ini memerlukan
pemahaman baik terhadap variabel-variabel teknikal maupun variabel-variabel
sosial. Bila variabel-variabel tersebut diabaikan maka desain pekerjaan akan
menyebabkan kegiatan-kegiatan dilakukan secara tidak efektif dan efesien.
Disamping itu, desain pekerjaan harus menetapkan berbagai faktor yang
mempengaruhi struktur pekkerjaan akhir. Keputusan-keputusan harus bibuat yang
bersangkutan dengan tugas-tugas apa yang
akan dilakukan, siapa yang akan
melakukan, dimana, kapan, mengapa,
dan bagaimana tugas-tugas dilakukan.
B.
Komponen-Komponen yang Ada Dalam
Desain Kerja
Sebuah pendekatan yang menetapkan tugas-tugas yang terkandung dalam
suatu pekerjaan bagi sesorang atau
sebuah kelompok. Terdapat beberapa komponen desain kerja yaitu: spesialisasi
pekerjaan, ekspansi pekerjaan, komponen psikologis, tim yang mandiri, motivasi
dan sistem insentif, ergonomi dan metode kerja, dan tempat kerja yang visual.
Diantaranya sebagai berikut pemaparannya:
1.
Spesialisasi Pekerjaan
Merupakan
pembagian kerja menjadi tugas-tugas yang unik, pentingnnya sebuah desain kerja
sebagai sebuah variabel manajemen dikaitkan pada ekonomi abad ke-18, Adam
Smith. Smith menyarankan bahwa sebuah bagian tenaga kerja, yang juga dikenal
sebagai spesisalisasi tenaga kerja atau spesialisasi pekerjaan akan membantu
mengurangi biaya tenaga kerja montir yang memiliki banyak keahlian. Hal ini
dapat dicapai dengan beberapa cara:[2]
a.
Pengembangan keterampilan dan
pembelajaran yang lebuh cepat oleh karyawan karena adanya pengulangan.
b.
Lebih sedikit waktu yang terbuang karna karyawan tidak perlu mengubah pekerjaan dan perkakas.
c.
Pengembangan perkakas yang khusus dan penggunaan investasi karena setiap karyawan hanya memiliki
sedikit perkakas yang dibutuhkan untuk tugas tertentu.
Ahli matematika
abad ke-19 dari Inggris, yaitu Charles Babbage menentukan bahwa pertimbangan
yang keempat juga penting bagi efesiensi tenaga kerja. Hal ini disebabkan
karena upah cenderung mengikuti tingkat keahlian dengan tingkat korelasi yang
tinggi. Babbage memberikan saran untuk membayar upah dengan tepat sesuai
dengan keahlian tertentu yang dibutuhkan. Jika pekerjaan keseluruhan
terdiri hanya Stu keahlian, maka perusahaan akan membayar hanya untuk keahlian
tersebut, cara lainnya adalah dengan cara membayar keterampilan tertinngi yang
diberikan oleh karyawan. Empat kelebihan spesialisasi tenaga kerja ini masih
berlaku hingga sekarang.
Dari pandangan
menejer, keterbatasan utama spesialisasi pekerjaan ini adalah kegagalan sistem
ini untuk menjadikan seorang karyawan untuk engerjakan pekerjaan keseluruhan.
Spesialisasi pekerjaan cenderung membawa
hanya kemampuan manual karyawan untuk bekerja. Dalam masyarakat berbasis
pengetahuan, manajer mungkin ingin juga membawa pemikiran karyawan mereka pada
pekerjaan tersebut.
2.
Tim-tim yang Mandiri
Banyak
organisasi yang mengadopsi tim-tim untuk membantu perkembangan kepercayaan dan
komitmen timbal balik, dan menyediakan karakteristik pekerjaan inti. Yang perlu
diperhatikan adalah tim yang mandiri (self-directed team): yaitu
sekelompok individu yang diperdayakan dan bekerja bersama-sama untuk meraih sebuah tujuan yang
sama.tim-tim seperti ini dapat dikelola untuk tujuan jangka panjang atau jangka
pendek. Tim-tim ini efektif karena pada dasarnya mereka dapat menyediakan pemberdayaan
karyawan, memastikan adanya karaktristik pekerjaan inti.
Untuk
memaksimumkan keefektifan tim, para manajer melakukan lebih daripada membentuk
“tim", sebagai contoh, mereka ,1)memastikan bahwa mereka yang memilki
kontribusi yang sah adalah mereka yang ada pelatihan yang diperlukan, dan 4)
mendukung adanya tujuan dan sasaran yang jelas.
Keterbatasan
perluasan pekerjaan jika desain
kerja yang memperluas, meningkatkan, memberdayakan, dan menggunakan tim sudah
baik, mengapa mereka tidak menggunakannya di seluruh organisasi? Beberapa
keterbatasan desain kerja yang diperluas adalah:[3]
a.
Biaya investasi yang tinggi perluasan mungkin membutuhkan
fasilitas yang megeluarkan biaya yang lebih besar daripada pekerjaan dengan
tataletak biasa.
b.
Perbedaan individu.
Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa banyak karyawan memilih pekerjaan
yang lebih sederhana dan tidak rumit.
c.
Tingkat upah yang lebih tinggi . para pekerja lebih sering menerima upah bagi keahlian tertinggi
yang mereka miliki, dan bukan keahlian terendah.
d.
Jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit. Pekerjaan yang diperluas membutuhkan keahlian yang lebih tinggi
dan menerima tanggung jawab yang lebih berat, persyaratan pekerjaan ini pun
meningkat.
e.
Tingkat kecelakaan yang meningkat. Pekerjaan yang diperluas mungkin berkontribusi pada tingkat
kecelakaan yang lebih tinggi. Secara tidak langsung meningkatkan upah, biaya
asuransi, dan kompensasi pada pekerja.
f.
Teknologi yang tersedia sekarang mungkin tidak mendukung adanya perluasan pekerjaan. Pekerjaan
pembongkaran pada rumah penjagalan dan pekerjaan perakitan pada pabrik mobil
memeng demikian adanya karena teknologi alternatif dianggap tidak diterima.
Perluasan
pekerjaan seringkali mengakibatkan biaya juga meningkat. Oleh karena itu, untuk
memilki sebuah keunggulan bersaing bagi sebuah perusahaan, penghematan yang
didapatkan harus lebih besar daripada biaya yang keluar. Tetapi ini tidak
selalu terjadi. Keputusan strategis mungkin bukan merupakan sesuatu yang mudah.
Terlepas dari
keterbatasan perluasan pekerjaan, perusahaan sedang menemukan cara untuk dapat
melaksanakannya. Seringkali keterbatasan utama yang ada bukanlah yang tersusun
seperti diatas. Para pengawas harus melepaskan beberapa kendali dan belajar
untuk menerima tanggung jawab menerima tanggung jawab pekerjaan yang bebeda.
3.
Ergonomi dan Metode Kerja
Ergonomi Menejer operasi tertarik membangun satu alat penghubung antara manusia
dengan mesin. Penelitian akan alat penghubung ini dikenal sebagai ergonomi yang
berarti “penelitian akan kerja”(ergonomi adalah bahasa yunani untuk bekerja).
Sedangkan di Amerika Serikat, istilah faktor
manusia sering menjadi pengganti kata ergonomi.[4]
Pria dan wanita
dewasa diciptakan dalam konfigurasi yang
terbatas. Oleh karena itu, desain perkakas dan tempat kerja bergantung kepada
penelitian mengenai manusia untuk menentukan apa yang dapat dan tidak dapat
mereka melakukan. Data penting yang telah dikumpulkan yang memberikan kekuatan
dasar dan data pengukuran dibutuhkan untuk mendesain perkakas dan tempat kerja.
Desain tempat kerja dapat membuat pekerjaan lebih mudah atau tidak mungkin.
Sebagai tambahan, sekarang manusia memiliki kemampuan, melalui penggunaan model
komputer, untuk menganalisis gerakan dan usaha manusia.
Analisis
metode
Analisis metode memusatkan perhatian bagaimana sebuah tugas dikerjakan. Apakah
pekerjaan itu mengendalikan sebuah mesin, membuat atau merakit komponen,
bagaimana sebuah pekerkjaan dikerjakan adanya perbedaan pada kinerja, keamanan,
dan kualitas. Dengan menggunakan pengetahuan ergonomi dan analisis metode
diberi tanggung jawab untuk memestikan standar kualitas dan jumlah yang sesuai
telah dicapai secara efisien dan aman. Analiasis metode dan tehnik-tehnik yang
berkaitan sangat berguna dalam lingkungan kantor dan juga pabrik.[5]
4.
Standar Tenaga Kerja
Sejauh ini
telah dibahas perncanaan tenaga kerja dan desain kerja. Persyaratan ketiga dari
strategi tenaga kerja yang efektif
adalah meneptakan standar tenaga kerja. Perencanaan tenaga kerja yang
efektif bergantung kepada pengetahuan akan tenaga kerja yang dibuthkan.
Standar tenaga kerja
merupakan jumlah waktu yang diperlukan untuk melaksanakan sebuah pekerjaan atau
sebagian pekerjaan. Setiap perusahaan memeliki standar tenaga kerja, walaupun
mungkin standar yang ditetepkan secara profesional. Hanya dengan adanya standar
tenaga kerja yang akaurat, menejemen dapat mengetahui apa kebutuhan tenaga
kerja mereka, berapa biaya yang harus dikeluarkan, dan apasaja yang terkandung
dalam satu hari kerja normal.
C.
Pengukuran Kerja dan Standar pekerja
Operasi setiap perusahaan disebut efisiensi atau tidak biasanya
didasarkan atas lama waktu untuk membuat suatu produk atau melaksanakan suatu
pelayanan (jasa).
Pernyataan khusus tentang jumlah waktu yang harus digunakan nutuk
melaksanakan kegiatan tertentu dibawah kondisi kerja normal ini sering disebut standar tenaga kerja (labor standards).
Standar pekerja modern diawali dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fedrck Taylor dan Frank Gilberth dan Lilian Gilberth di awal abad ke-20.
Standar pekerja yang baik merupakan satu persyaratan pada pabrik manufaktur di
Amerika yang lebih dari separuhnya menggunakan sistem insentif pekerja.
Satandar pekerja yang ditetapkan secara benar, mewakili waktu yang
dihabiskan oleh seorang pekerja rata-rata untuk melaksanakan aktivitas tertentu
di bawah kondisi kerja normal. Standar pekerja ditetapkan dengan empat cara:[6]
1.
Pengalaman masa lalu (historical experience)
Standar pekerja
dapat diperkirakan berdasarkan pengalaman masa lalu (historical experience) yaitu beberapa jam pekerja yang dibutuhkan
untuk melakukan suatu pekerjaan. Standar masa lalu mempunyai kelebihan, karena
secara relatif mudah dan murah didapatkan. Standar masa lalu ini biasanya
didapatkan dari kartu waktu pekerja atau dari data produksi. Walaupun demikian,
standar ini tidak obyektif, dan kita tidak mengetahui keakuratannya, apakah
mereka mencerminkan kecepatan kerja yang layak atau buruk, dan apakah kejadian
yang tidak biasa terjadi sudah dimasukkan dalam perhitungan. Karena variabel ini
tidak diketahui, penggunaan teknik ini tidak dianjurkan. Sebagai penggantinya,
studi waktu, standar waktu yang telah ditentukan, dan pengambilan sampel kerja
lebih dianjurkan.
2.
Studi waktu (time studies)
Pengambilan
waktu dengan menggunakan stopwatch atau studi waktu, yang pada awalnya
dikenalkan oleh Fedrick W. Taylor di tahun 1881, masih menjadi metodenyang
paling banyak digunakan hingga sekarang. Prosedur studi waktu (time studi)
menggunakan contoh sampelkinerja seorang pekerja dan menggunakannya sebagai
stamdar. Seorang pekerja yang terlatih dan berpengalaman dapat menerapkan
standar dengan delapan langkah berikut:
1.)
Mendevinisikan pekerjaan yang akan diamati (setelah analisis metode
dilakukan)
2.)
Bagi pekerjaan menjadi elemen yang tepat (bagiandari pekerjaan yang
sering membutuhkan tidak lebih dari beberapa detik)
3.)
Tentukan berapa kali akan dilakukan pengamatan (jumlah siklus atau
sampel yang dibutuhkan)
4.)
Hitung waktu dan catat waktu elemen serta tingkat kinerja
5.)
Hitung waktu siklus rata-rata. Waktu siklus pengamatan rata-rata (average observed cycle time) merupakan
rata-rata aritmatika dari waktu setiap elemen yang diukur, yang disesuaikan
dari pengaruh yang tidak biasa untuk setiap elemen:



Jumlah siklus pengamatan
6.)
Tentukan kinerja dan dan kemudian hitung waktu normal (normal time) untuk setiap elemen
Waktu
normal = (waktu siklus pengamatan rata-rata) x (faktor peringkat)
Tingkat
kinerja menyesuaikan waktu pengamatan dengan waktu yang diharapkan dapat
dikerjakan oleh seorang pekerja normal. Sebagai contoh, seorang pekerja normal
seharusnya bisa berjalan 3 mil per jam. Dia juga harus bisa membagi 52 kartu
dalam 4 tumpuk yang sama tinggi dalam waktu 30 detik. Tingkat kinerja 1,05
menggambarkan pekerja yang diamati melaksanakan pekerjaannya lebih cepat dari
rata-rata. Sejumlah video menentukan laju pekerjaan pada tingkat yang telah
disetujui bersama, dan benchmark telah
ditetapkan oleh Society for the Advancement of Management. Walaupun demikian,
tingkat kinerja masih merupakan seni
7.)
Tambahkan waktu normal untuk setiap elemen untuk mendapatkan waktu
normal total untuk pekerjaan tersebut.
8.)
Hitunglah waktu standar (standard
time). Penyesuaian ke waktu normal total memberikan kelonngaran seperti
kebutuhan pribadi, keterlambatan yang tidak dapat
dihindarkan, dan kelelahan.
3.
Standar waktu yang telah ditentukan
(predetermited time standards)
Sebagai
tambahan bagi pengalaman masa lalu dan studi waktu, standar produksi dapat
ditetapkan dengan menggunakan standar waktu yang telah ditentukan. Standar
waktu yang telah ditentukan (predetermited
time standards) membagi pekerjaan manual menjadi elemen dasar yang kecil
yang telah memiliki waktu tertentu (berdasarkan sampel pekerja yang sangat
besar). Untuk memperkirakan waktu untuk sebuah pekerjaan tertentu, faktor waktu
bagi setiap elemen dasar dari pekerjaan itu dijumlahkan. Untuk dapat
mengembangkan sistem standar waktu yang telah ditentukansecara menyeluruh, perusahaan
membutuhkan biaya yang besar. Sebagai akibatnya, sejumlah sistem bisa
didapatkan secara komersil. Standar waktu yang telah ditentukan yang paling
umum adalah metode pengukuran waktu (methods
time measurement ) MTM, yang merupakan produk dari MTM Association.
Standar waktu
yang telah ditetapkan merupakan perkembangan dari gerakan dasar yang disebut
sebagai therblig. Istilah therblig
ditemukan Frank Gilbrerth (Gilbreth dieja terbalik dan posisi t dan h ditukar).
Therblig mencakup aktivitas seperti memilih (select), mengambil (grasp),
mengarahkan (position), merakit (assemble), menjangkau (reach), memegang (hold), beristirahat (rest),
dan meneliti (inspect).
Aktivitas-aktivitas ini dinyatakan dalam satuan pengukuran waktu (time mesurement unit-TMU), yang sama
dengan 0,00001 jam atau 0.0006 menit. Nilai MTM untuk beragam therblig
ditentukan dalam tabel yang khusus.
Standar waktu
yang telah ditentukan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan studi
waktu. Pertama, standar waktu ini
dapat dibuat di laboratorium, prosedur ini tidak akan mengganggu aktivitas
produksi yang sesungguhnya (yang biasanya disebabkan oleh penelitian studi
waktu). Kudua, karena standar dapat
ditentukan sebelum sebuah pekerjaan benar-benar dilakukan, standar ini dapat
digunakan untuk membuat rencana. Ketiga, tidak
ada pemeringkatan kinerja yang dibutuhkan. Keempat,
serikat pekerja cenderung menerima metode ini sebagai cara yang wajar
unntuk menetapkan standar. Yang terakhir,
standar waktu yang telah ditentukan biasanya efektif pada perusahaan yang
melakukan sejumlah besar penelitian pada tugas yang sama. Untuk memastikan
standar pekerja yang akurat, beberapa perusahaan menggunakan baik studi waktu maupun standar
waktu yang telah ditentukan.
4.
Pengambilan sampel kerja (work sampling)
Metode keempat
ini menentukan standar produksi atau pekerja, adalah pengambilam sampel kerja,
yang dikembangkan di Inggris di tahun 1930. Pengambilan sampel kerja (work
sampling) memperkirakan presentase waktu yang dihabiskan oleh seorang pekerja
pada beragam pekerjaannya. Pengambilan sampel kerja membutuhkan pengamatan
secara acak untuk mencatat aktivitas yang dilakukan pekerja. Hasilnya terutama
digunakan untuk menetukan bagaimana karyawan mengalokasikan waktu mereka
diantara beragam aktivitas. Pengetahuan akan pengalokasian ini dapat mendorong
adanya perubahan karyawan, penugasan ulang, perkiraan biaya aktivitas, dan
penetapkan kelonggaran keterlambatan bagi standar pekerja. Jika pengambilan
sampel kerja ini dilakukan untuk menetapkanckelonggaran keterlambatan, metode
ini sering disebut sebagai penelitian rasio keterlambatan (ratio delay study).
Prosedur
pengambilan sampel kerja dapat diringkas menjadi lima langkah:
1.)
Ambil sampel awal untuk mendapatkan sebuah perkiraan nilai
parameter (seperti persentase waktu sibuk seorang pekerja).
2.)
Hitung ukuran sampel yang dibutuhkan
3.)
Buat jadwal untuk mengamati pekerja pada waktu yang layak. Konsep
angka acak digunakan untuk mendapatkan pengamatan yang benar-benar acak. Sebagi
contoh, 5 angka acak diambil dari sebuah tabel: 07, 12, 22, 25, dan 49. Nilai
ini dapat digunakan untuk membuat sebuah jadwal pengamatan pada pukul 9:07, 9:12,
9:22, 9:25, 9:49.
4.)
Lakukan pengamatan dan catat aktivitas pekerja.
5.)
Tentukan bagaimana pekerja menghabiskan waktu mereka (biasanya
dalam prersentase).
Untuk menentukan jumlah pengamatan yang dibutuhkan, pihak menejemen
harus memutuskan tingkat keyakinan dan ketepatan. Walaupun demikian, pertama
kali seorang analis harus memilih nilai awal bagi parameter yang diamati
(langkah 1 di atas). Pilihan ini biasanya diambil berdasarkan sampel yang
berukuran kecil yang mungkin 50 pengamatan. Formula berikut memberikan ukuran
sampel untuk tingkat keyakinan dan ketepatan yang diinginkan:

Dengan







BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Desain pekerjaan dapat didefinisaikan sebagai fungsi penetapan
kegiatan-kegiatan seorang individu atau kelompok secara organisasional. Desain kerja juga merupakan sebuah pendekatan yang menetapkan tugas-tugas yang terkandung dalam
suatu pekerjaan bagi sesorang atau
sebuah kelompok
Terdapat beberapa komponen desain kerja yaitu: spesialisasi
pekerjaan, ekspansi pekerjaan, komponen psikologis, tim yang mandiri, motivasi
dan sistem insentif, ergonomi dan metode kerja, dan tempat kerja yang visual.
Operasi setiap perusahaan disebut efisiensi atau tidak biasanya
didasarkan atas lama waktu untuk membuat suatu produk atau melaksanakan suatu
pelayanan (jasa).
Pernyataan khusus tentang jumlah waktu yang harus digunakan nutuk
melaksanakan kegiatan tertentu dibawah kondisi kerja normal ini sering disebut standar tenaga kerja (labor standards).
Standar pekerja ditetapkan dengan empat cara: Pengalaman masa lalu (historical experience), Studi waktu (time studies), Standar waktu yang telah ditentukan (predetermited time standards), Pengambilan sampel kerja (work sampling)
DAFTAR
PUSTAKA
Handoko Hani, Dasar-Dasar Manajemen Produksi Dan Operasi, BPFE-Yogyakarta,
Yogyakarta, 1984.
Jay Heizer, Barry Render, Operations
Management, Salemba Empat, Jakarta, 2005, Hlm.505
[1] T. Hani
Handoko, Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, BPFE Yogyakarta,
Yogyakarta, 1984, hlm. 178-179d